Padi merupakan komoditas utama unggulan nasional, karena merupakan
kebutuhan utama masyarakat Indonesia. Produksi padi saat ini meningkat dan
sudah mampu mengurangi impor. Untuk program mendatang, diharapkan dapat mengekspor
beras ke negara lain. Penggunaan varietas unggul padi merupakan salah satu teknik
dalam peningkatan kuantitas dan kualitas produk pertanian.
Dalam peningkatan produksi padi terdapat hambatan dan masalah, antara
lain serangan hama dan penyakit. kemungkinan bahwa pada ekosistem pertanian
dapat dijumpai keadaan yang stabil. Apabila interaksi antar komponen dapat
dikelola secara tepat maka kestabilan ekosistem pertanian dapat diusahakan.
Untuk mempertahankan ekosistem persawahan yang stabil maka konsep pengendalian
hama terpadu (PHT) dapat diterapkan. PHT mendapatkan efsiensi pengendalian
yaitu mengurangi insektisida dan memanfaatkan metoda non kimia. Di persawahan,
musuh alami jelas berfungsi, sehingga akan terjadi keseimbangan biologis
(Baehaki et al.1997). Keseimbangan biologis ini kadang-kadang tercapai, tetapi
bisa juga sebaliknya.
Menurut NAS (1969); Karmawati (2010) menyatakan bahwa PHT adalah
pemanfaatan semua teknik yang kompatibel untuk mempertahankan populasi hama di bawah
tingkat kerusakan ekonomi, atau memadukan semua sistem pengendalian ke dalam
suatu system yang harmonis untuk mempertahankan populasi hama di bawah tingkat
yang merugikan. Karmawati (2010) memperbaiki defnisi tersebut bahwa PHT adalah pendekatan
pengelolaan populasi secara ekologi dan multidisiplin dengan memanfaatkan semua
teknik secar kompatibel. Sistem pengendalian yang bersifat alami harus
didahulukan. Kedua konsep tersebut menunjukkan bahwa pengendalian hama harus
memadukan berbagai komponen dengan tetap memerhatikan kelestarian ekologi dan
sedikit mungkin input dari luar. Pengendalian yang berbasis ekologi bersifat
spesifk lokasi karena keragaman ekologi di lapangan sangat tinggi.
Hama dan penyakit tanaman bersifat dinamis dan perkembangannya
dipengaruhi oleh lingkungan biotik (fase pertumbuhan tanaman, populasi
organisme lain, dsb) dan abiotik (iklim, musim, agroekosistem, dll). Pada dasarnya
semua organisme dalam keadaan seimbang (terkendali) jika tidak terganggu
keseimbangan ekologinya. Di lokasi tertentu, hama dan penyakit tertentu sudah
ada sebelumnya atau datang (migrasi) dari tempat lain karena tertarik pada
tanaman padi yang baru tumbuh. Perubahan iklim, stadia tanaman, budidaya, pola
tanam, keberadaan musuh alami, dan cara pengendalian mempengaruhi dinamika perkembangan
hama dan penyakit. Hal penting yang perlu diketahui dalam pengendalian hama dan
penyakit adalah: jenis, kapan keberadaannya di lokasi tersebut, dan apa yang
mengganggu keseimbangannya sehingga perkembangannya dapat diantisipasi sesuai
dengan tahapan pertumbuhan tanaman (Makarim, et. al., 2003).
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, PHT tidak
lagi dipandang sebagai teknologi, tetapi telah menjadi suatu konsep dalam
penyelesaian masalah lapangan (Kenmore 1996). Waage (1996) menggolongkan konsep
PHT ke dalam dua kelompok, yaitu konsep PHT teknologi dan PHT ekologi. Konsep
PHT teknologi merupakan pengembangan lebih lanjut dari konsep awal yang
dicetuskan oleh Stern et al. (1959), yang kemudian dikembangkan oleh para ahli
melalui agenda Earth Summit ke-21 di Rio de Janeiro pada tahun 1992 dan FAO.
Tujuan dari PHT teknologi adalah untuk membatasi penggunaan insektisida
sintetis dengan memperkenalkan konsep ambang ekonomi sebagai dasar penetapan
pengendalian hama. Pendekatan ini mendorong penggantian pestisida kimia dengan
teknologi pengendalian alternatif, yang lebih banyak memanfaatkan bahan dan
metode hayati, termasuk musuh alami, pestisida hayati, dan feromon. Dengan cara
ini, dampak negatif penggunaan pestisida terhadap kesehatan dan lingkungan
dapat dikurangi (Untung 2000).
Konsep PHT ekologi berangkat dari perkembangan dan penerapan PHT dalam
sistem pertanian di tempat tertentu. Dalam hal ini, pengendalian hama
didasarkan pada pengetahuan dan informasi tentang dinamika populasi hama dan
musuh alami serta keseimbangan ekosistem. Berbeda dengan konsep PHT teknologi
yang masih menerima teknik pengendalian hama secara kimiawi berdasarkan ambang
ekonomi, konsep PHT ekologi cenderung menolak pengendalian hama dengan cara
kimiawi.
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) mencegah masyarakat dari ketergantungan
terhadap pestisida kimia dengan mengintegrasikan pendekatan berkelanjutan untuk
mengelola hama dengan memadukan sedemikian rupa berbagai aspek pengendalian,
seperti biologis, kultur teknis, pengendalian fisik dan kimia, dan lainnya
untuk meminimalisasi resiko ekonomi, kesehatan, dan lingkungan.
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sangat berkaitan erat dengan konsep
pertanian berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture)
adalah pemanfaatan sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan
sumberdaya tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources) untuk proses
produksi pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal
mungkin. Keberlanjutan yang dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya, kualitas
dan kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses produksi pertanian yang
berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah
terhadap lingkungan (Kasumbogo Untung, 1997).
Sasaran PHT adalah :
- Produktivitas pertanian yang mantap dan tinggi,
- Penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat
- Populasi OPT dan kerusakan tanaman karena serangannya tetap berada pada aras yang secara ekonomis tidak merugikan,
- Pengurangan resiko pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida.
Strategi PHT adalah memadukan
secara kompatibel semua teknik atau metode pengendalian OPT didasarkan pada
asas ekologi dan ekonomi.
Faktor penentu dinamika hama dan penyakit
- Musim tanamPada musim kemarau, hama dan penyakit padi yang umumnya timbul berdasarkan tingkat keparahannya adalah tikus, diikuti oleh penggerek batang, dan walang. Sangit. Oleh karena itu langkah-langkah pengendalian dititikberatkan pada hama tikusPada musim hujan, hama dan penyakit yang bisa timbul adalah tikus, wereng coklat, penggerek batang, lembing batu, penyakit tungro, blas, hawar daun bakteri, dan berbagai penyakit yang disebabkan oleh cendawan. Dalam keadaan khusus, hama dan penyakit berkembang di luar kebiasaan tersebut. Misalnya pada musim kemarau yang basah, wereng coklat juga menjadi masalah bagi varietas yang rentan (hendarsih dkk., 1999)
- Stadia tanamanPada periode bera, Larva penggerek batang berada di dalam singgang dan Adakalanya singgang terinfeksi virus tungro, dan berbagai penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Di dalam jerami bisa juga terdapat sklerotia dari berbagai penyakit jamur. Tikus bisa berada di tengah-tengah tanaman lain atau bersembunyi di tanggul irigasi. Pada lahan yang cukup basah, Keong Mas juga dapat ditemukan. Semua hama dan penyakit pada saat perang bisa menjadi sumber hama dan penyakit pada tanaman berikutnya.Di persemaian dapat dijumpai tikus, penggerek batang, wereng hijau bibit terinfeksi tungro, dan telur siput murbai. Hama dan penyakit pada stadia vegetatif adalah siput murbai, ganjur, hidrilia, tikus, penggerek batang, wereng coklat, hama penggulung daun, ulat grayak lembing batu, tungro, penyakit hawar daun bakteri, dan blas daun. Pada saat generatif biasanya ada tikus, penggerek batang, wereng coklat, hama penggulung daun, ulat grayak, Walang Sangit, lembing batu, tungro, penyakit hawar bakteri, blas leher, dan berbagai penyakit yang disebabkan oleh cendawan.
- Budidaya padiBudidaya tanaman padi dalam usaha peningkatan produktivitas mempengaruhi keberadaan hama dan penyakit. Pengolahan tanah, pembersihan gulma dan singgang, pemupukan berimbang, peraturan jarak tanam, pengairan, dan pemeliharaan ikan dapat mengurangi serangan beberapa hama dan penyakit padi. Pengairan berselang selain meningkatkan hasil panen juga mengurangi serangan penyakit padi. Namun bisa juga budidaya padi mempunyai pengaruh ganda yang berlawanan, yaitu pada satu sisi meningkatkan hasil panen, di sisi lain merangsang perkembangan hama dan penyakit. Introduksi varietas unggul di awal 1970 telah meningkatkan produksi padi yang tinggi, tetapi ledakan warna coklat pada dekade 70-an diduga terjadi karena adopsi varietas unggul yang peka terhadap orang dan responsif terhadap pemupukan (Mochida et al., 1980). Demikian juga ledakan penggerek batang padi putih pada dekade 90-an, diduga disebabkan oleh luasnya pertanaman IR64 dan penyimpangan iklim (Hendarsih dkk., 2000).
- Musuh alamiPada pertanaman padi banyak sekali organisme pengguna yang dapat menekan populasi hama dan patogen penyakit. Berbagai jenis laba-laba sangat berguna dalam memangsa berbagai serangga hama (widiarta dkk., 2001). Selain itu parasitoid berfungsi menekan peningkatan populasi hama serangga. Parasitoid telur wereng coklat Anagrus spp. Dan Oligochaeta spp. Berfungsi menekan ledakan wereng coklat secara alami. Selain itu dilapangan terdapat bakteri antagonis yang dapat menekan cendawan penyakit hawar pelepah daun (Sudir dan suparyono, 2000). Banyak entomopatogen yang secara tidak disadari ikut mengendalikan serangga hama. Dan dapat dibiakkan untuk pengendalian secara hayati.
- Tindakan pengendalian Pengendalian terhadap suatu jenis hama dapat menimbulkan populasi yang mulanya tidak penting. Ledakan ganjur di pantai utara Jatiluhur pada tahun 1970-an diduga karena gencarnya penyemprotan pestisida dari udara sejak 1969. Beberapa insektisida ternyata sangat banyak fauna termasuk musuh alami yang populasinya tertekan, sehingga populasi hama terus bertambah dan berubah menjadi hama yang resisten terhadap insektisida yang bersangkutan. Beberapa insektisida bukan saja spektrum luas tetapi juga memacu perkembangan populasi (resurgensi). Hal tersebut terjadi pada warna coklat sehingga melahirkan Inpres nomor 3 tahun 1986 tentang larangan 57 jenis insektisida. Adopsi varietas tahan adalah cara pengendalian yang paling aman terhadap lingkungan. Namun juga satu varietas tahan ditanam terus-terusan pada area luas akan menyebabkan perubahan biotipe hama atau ras patogen penyakit. Untuk wereng coklat perubahan biotipe menuju yang lebih ganas berlangsung sangat cepat, sebab kebanyakan kualitas dan diatur oleh gen monogenic. Tekanan terhadap populasi orang sangat tinggi sehingga dapat berubah menjadi biodata yang lebih verulen. Wereng hijau cepat beradaptasi dengan varietas baru Sehingga dalam beberapa waktu musim tanam varietas yang semula tidak tertular tungro menjadi rentan tungro, karena sifat ketahanan yang dimiliki adalah tahan wereng hijau. Varietas tahan blas cepat sekali menjadi varietas yang baru diintroduks.i luasnya pertanaman IR64 menyebabkan varietas ini di infeksi parah oleh bakteri hawar daun. Dengan demikian diketahui bahwa pengendalian hama penyakit tidak bisa mengandalkan satu cara pengendalian.
- Pola tanamPada lahan beririgasi teknis, pengairan dapat diatur sehingga waktu tanam dapat ditentukan dan waktu tanam menjadi serempak. Tanam serempak dapat mengurangi serangan berbagai hama dan penyakit. Pengendalian tungro dengan waktu tanam tepat dan pergiliran varietas dan dapat diterapkan pada lahan pertanaman serupa seperti di Sulawesi Selatan (Sama et al., 1991). Pada lahan yang penanamannya tidak serempak pada tanaman musim hujan setelah kekeringan paling rawan terhadap eksplosi hama dan penyakit, terutama setelah penanaman MK II. Hama dan penyakit yang berpotensi eksplosif pada musim hujan setelah kekeringan adalah wereng coklat dan tungro. Kegagalan pengendalian tikus pada dua musim tanam sebelumnya akan memperparah serangan tikus pada musim hujan. Apabila dilakukan penanaman MK II maka akan terjadi akumulasi populasi. Pada kondisi tersebut keberhasilan pengendalian tikus pada musim hujan (sebelum MK I) berdampak terhadap keberhasilan pengendalian tikus pada MK I dan MK II, kemudian berlanjut pada musim hujan. Jika pengendalian tikus pada awal musim hujam Sebelum kekeringan kurang baik, akan menyebabkan kegagalan berantai sampai musim hujan setelah kekeringanDi beberapa tempat, walaupun beririgasi teknik karena alokasi air yang berbadan terbatas atau kelompok tani kurang berjalan, waktu tanam menjadi tidak serempak. Pada pola tanam tidak serempak, hama yang perlu diamati adalah tikus, terutama pada musim kemarau. Ketidakseimbangan tanam memberikan kesempatan bagi tikus untuk bereproduksi dalam waktu yang lebih panjang. Selain itu, pengendalian tungro dengan pergiliran varietas berdasarkan ketahanan terhadap warna hijau kurang berhasil karena selalu ada tanaman yang muda, Tempat warung hijau berkembang menurunkan virus tungro.
DAFTAR PUSTAKA
Baehaki, S.E. 2011. Dampak Tanam Berjamaah (Serempak). www.bbpadi.litbang.deptan.go.id.
Baehaki, S.E. 2011. Dampak Tanam Berjamaah (Serempak). www.bbpadi.litbang.deptan.go.id.
Baehaki S.E, P. Sasmita, dan D.
Kertoseputro. 1997. Pengendalian hama
berdasar ambang ekonomi dengan memperhatikan musuh alami serta
anlisis usaha
tani dalam PHT. Kumpulan makalah Seminar Hasil Penelitian Pendukung PHT. Program
Nasional PHT.
Departement Pertanian
Baehaki S.E., P. Sasmita, D. Kertoseputro, dan A.
Rifki. 1996. Pengendalian hama berdasar ambang ekonomi dengan memperhitungkan
musuh alami serta analisis usaha tani dalam PHT. Temu Teknologi dan Persiapan
Pemasyarakatan Pengendalian Hama Terpadu. Lembang. 81 hlm.
Sama, S., et al. 1991.” Integrated Rice Tungro Disease Management in
South Sulawesi, Indonesia.” Crop Protection 10: 34-40
Sudir
dan Suparyono. 2000.”Evaliuasi Bakteri Antagonis sebagai Agensia Pengendali
Hayati Penyakit Hawar Pelepah dan Busuk Batang Padi”. Penelitian Pertanian
Tanaman Pangan 19(2):1-6
Untung, K. 2000. Pelembagaan konsep pengendalian hama terpadu Indonesia. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 6(1): 1-8.